Hubungan Tingkat Ekonomi dan Budaya dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa

anda sekarang dengan membuka skripsi kti dengan judul Hubungan Tingkat Ekonomi dan Budaya dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa, yang merupakan contoh judul kti d3 kebidanan. karya tulis kebidanan 2010 2011 2012 untuk kti d iii kebidanan dalam bentuk kti d3 kebidanan doc. kti d3 kebidanan 2010 2011 2012 merupakan kti d3 kebidanan document yang bisa download kti d3 kebidanan dengan judul Hubungan Tingkat Ekonomi dan Budaya dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa.
Hubungan Tingkat Ekonomi dan Budaya dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa
COPY LINK DIBAWAH INI MUNGKIN SUATU WAKTU ANDA MEMERLUKAN KEMBALI ATAU ANDA PERLUKAN SEBAGAI DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana distribusi dan kondisi fasilitas jamban keluarga dan pengelolaan air limbah di Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian ini dilakukan di setiap RW di Kelurahan Barombong. Penarikan sampel secara simple random sampling dengan mengambil 50 sampel, masing-masing 5 KK dari 10 RW yang ada di Kelurahan Barombong.
Dari hasil penelitian di Kelurahan Barombong 58% persen sudah memiliki jamban keluarga dan 34% pengelolaan air limbahnya langsung ke got atau sungai. Dapat disimpulkan bahwa fasilitas jamban keluarga di Kelurahan Barombong masih perlu ditingkatkan melihat angka yang dicapai masih kurang. Pengelolaan air limbah di Kelurahan Barombong sebagian besar tidak dikelola dengan baik karena mayoritas dibuang langsung ke got atau sungai.
Sebagai saran dari penelitian ini adalah diperlukan kerja sama berbagai pihak dalam hal ini pemerintah daerah, instansi-instansi terkait dan seluruh masyarakat dalam meningkatkan keadaan sanitasi lingkungan menjadi lebih baik.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya dengan masalah ‘sehat sakit’ atau kesehatan tersebut. Menurut Hendrik L.Bloom (1974) ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu, maka status kesehatan bergeser di bawah optimal.
Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah, bahwasanya lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit. Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal, hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban keluarga merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Fasilitas jamban keluarga di masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan masalah sanitasi, cakupan air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, tikus dan lain-lain), pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.
Menurut Departemen Kesehatan, selama 30 tahun terakhir, anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan sanitasi hanya sekitar 820 juta dollar AS atau setara Rp 200/orang/tahun. Padahal, kebutuhannya mencapai Rp 470/rupiah/tahun. Versi Bank Pembangunan Asia, perlu    Rp 50 triliun untuk mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) 2015, dengan 72,5 persen penduduk akan terlayani oleh fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2008, anggaran untuk sanitasi itu, menurut seorang narasumber, hanya 1/214 dari anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Selain lemahnya visi menyangkut pentingnya sanitasi, terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi ini sebagai investasi, tetapi mereka masih melihatnya sebagai biaya (cost). Padahal, menurut perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sejumlah lembaga lain, setiap 1 dollar AS investasi di sanitasi, akan memberikan manfaat ekonomi sebesar 8 dollar AS dalam bentuk peningkatan produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian (Sri Hartati, 2008)
Laporan MDGs tahun 2007 mencatat ada beberapa kendala yang menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Di antaranya adalah cakupan pembangunan yang sangat besar, sebaran penduduk yang tak merata dan beragamnya wilayah Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan. Pemerintah selama ini belum menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas dalam pembangunan (Sri Hartati, 2008)
Di negara berkembang masih banyak terjadi pembuangan tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan yang kurang dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. kondisi tersebut terutama ditemukan pada masyarakat di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan (Chandra B.,2007).
Desa merupakan salah satu wilayah yang letak wilayahnya berada pada daerah pedalaman dan masyarakatnya bermata pencaharian umumnya sebagai petani dan sisanya pegawai negeri sipil dan wiraswasta, akan tetapi masih banyak masyarakat yang buang air besar di tempat yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan seperti kebun, sungai dan rawa. Pada tahun 2011 Desa menduduki urutan tertinggi dalam masalah kasus kejadian penyakit diare di wilayah kerja puskesmas .Berdasarkan data sarana sanitasi dasar di Desa  terdapat 857 kepala keluarga sedangkan yang mempunyai jamban keluarga hanya 193 kepala keluarga. (Puskesma 2011)
Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk melekukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Ekonomi Dan Budaya Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga Di Desa Kecamatan Kabupaten Tahun”.

B.    BATASAN MASALAH
Penulis membuat suatu batasan masalah yang ingin diteliti yaitu tingkat ekonomi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Kecamatan Kabupaten.

C.    RUMUSAN MASALAH
Dari batasan masalah di atas maka penulis membuat suatu rumusan masalah yaitu : “Apakah ada hubungan antara tingkat ekonomi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Kecamatan Kabupaten Tahun ?”

D.    TUJUAN PENELITIAN
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat ekonomi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa Kecamatan Kabupaten.
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengidentifikasi tingkat ekonomi di Desa.
b.    Untuk mengidentifikasi budaya di Desa.
c.    Untuk menganalisis hubungan tingkat ekonomi dan budaya dengan kepemilikan jamban keluarga di Desa.

E.    MANFAAT PENELITIAN
1.    Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dalam melaksanakan penelitian, serta menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
2.    Bagi instansi/Dinas Terkait
Diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan  bagi Kantor Dinas Kesehatan Setempat.
3.    Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan bacaan dan menjadi sumbangan ilmiah bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme

anda sekarang dengan membuka skripsi kti dengan judul Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme, yang merupakan contoh judul kti d3 kebidanan. karya tulis kebidanan 2010 2011 2012 untuk kti d iii kebidanan dalam bentuk kti d3 kebidanan doc. kti d3 kebidanan 2010 2011 2012 merupakan kti d3 kebidanan document yang bisa download kti d3 kebidanan dengan judul Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme.
Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme
COPY LINK DIBAWAH INI MUNGKIN SUATU WAKTU ANDA MEMERLUKAN KEMBALI ATAU ANDA PERLUKAN SEBAGAI DAFTAR PUSTAKA

BAB I 
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak-anak adalah generasi penerus harapan bangsa. Pembentukan anak-anak untuk menjadi generasi penerus berkualitas tinggi, baik fisik maupun mental, tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama. Namun, saat ini pertumbuhan dan perkembangan anak-anak banyak mengalami gangguan, tidak hanya masalah kesehatan tapi juga gangguan psikis. Salah satu gangguan kesehatan pada anak-anak yang patut mendapat perhatian khusus dari semua kalangan yaitu gangguan perkembangan, yang dikenal dengan istilah autisme (Hembing, 2003).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (Rahmayanti, 2008). Adanya gangguan pada setiap tahap akan menyebabkan hambatan pada tahap selanjutnya, sehingga deteksi dini, monitor dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya intervensi dini merupakan upaya penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan (Tiel, 2006).
Saat ini prevalensi anak dengan hambatan perkembangan prilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan tidak hanya di negara-negara maju seperti Inggris, Australia, Jerman dan Amerika, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15-0,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak pertahun, prevalensi anak laki-laki tiga sampai empat kali lebih besar daripada anak perempuan (Mashabi & Tajuddin, 2009). Para ahli memprediksi bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan popoulasi anak diseluruh dunia (Hembing, 2004).
Ada beberapa teori umum penyebab autisme, antara lain teori psikososial, teori biologis dan teori imunologi. Teori biologis meliputi faktor genetik, faktor perinatal, model neuroanatomy, dan hipotesis neurochemistry. Salah satu kelainan yang terjadi pada anak autisme adalah kelainan saraf pusat di otak, diduga ada beberapa daerah di otak mengalami disfungsi. Kelainan inilah yang diduga dapat mendorong timbulnya gangguan perilaku pada anak autisme (Widyawati, 2002).
Intoleransi terhadap bahan kimia dan makanan diduga sebagai penyebab autisme. Makanan pantangan utama meliputi gandum, susu sapi, dan obat golongan salisilat. Reaksi alergi yang timbul berupa asma, dan perilaku yang memburuk. Pada penelitian buta ganda yang menggunakan placebo sebagai makanan control dengan diet ketat selama 3 sampai 4 minggu memperlihatkan kekambuhan gangguan perilaku yang disebabkan pemberian kembali semua jenis makanan. Penelitian ini membuktikan bahwa diet mempunyai kontribusi terhadap kelainan perilaku walupun mekanismenya masih tidak tidak jelas apakah mekanisme alergi, toksik atau farmakologikal (Waring, 1999)
Beberapa jenis makanan yang mengandung gluten dan kasein merupakan salah satu faktor yang dapat memperburuk kondisi anak. Pengaturan makanan yang sesuai dengan kondisi dan kecukupan zat gizi anak autisme dapat memperbaiki gangguan yang diderita anak (Hariyadi, 2009).
Survei awal yang Peneliti lakukan di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang beralamat di Kota, menunjukkan bahwa terapi yang diberikan di sekolah tersebut berupa terapi perilaku yang diterapkan dengan metoda ABA (Applied Behavioral Analysis), terapi okupasi, terapi wicara, terapi musik dan terapi diet. Terapi diet yang diberikan adalah diet bebas gluten, kasein, zat aditif, jamur, dan gula murni.
Diet bebas gluten dan kasein (CFGF, Casein Free Gluten Free) adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet bebas gluten dan kasein, banyak anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja, 2004). Adanya terapi diet yang harus dijalani penderita autis ditujukan untuk melihat adanya perubahan perkembangan pada anak autisme (Budhiman, 2002).
Hasil penelitian oleh Nanin dan Umi (2010) menyebutkan bahwa terdapat bahwa dari 55 anak autisme yang diterapi di yayasan tersebut, sebanyak 35 anak juga menjalani diet bebas gluten dan kasein. Dari 35 anak yang menjalani diet bebas gluten dan kasein hanya sebagian kecil yang menjalani diet dengan ketat dan disiplin yaitu sebanyak 19 anak.
Pada setiap 3 bulan, orang tua anak didik diberikan laporan berupa evaluasi program yang telah dicapai oleh anak didik dan perubahan perkembangan yang telah dicapai. Kemajuan yang dicapai oleh anak bersifat individual dan setiap anak yang di terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai jangka waktu yang pasti dan tergantung dari banyak hal.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan.

B. Masalah Penelitian
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik penderita autisme berdasarkan usia, jenis kelamin dan usia pada saat awal diagnosa.
b. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber gluten pada anak autisme.
c. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber kasein pada anak autisme.
d. Mengetahui perkembangan anak autisme.
e. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber gluten dengan perkembangan anak autisme.
f. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber kasein dengan perkembangan anak autisme.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Sebagai pengalaman yang sangat berharga dan tambahan pengetahuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah selama mengikuti pendidikan di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes.
2. Bagi instansi terkait
Memberikan informasi sebagai upaya pengembangan dalam penanganan perilaku anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, khususnya berkaitan dengan pengaturan makan.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Preeklampsia dengan Berat Bayi Lahir Rendah

anda sekarang dengan membuka skripsi kti dengan judul Hubungan Preeklampsia dengan Berat Bayi Lahir Rendah, yang merupakan contoh judul kti d3 kebidanan. karya tulis kebidanan 2010 2011 2012 untuk kti d iii kebidanan dalam bentuk kti d3 kebidanan doc. kti d3 kebidanan 2010 2011 2012 merupakan kti d3 kebidanan document yang bisa download kti d3 kebidanan dengan judul Hubungan Preeklampsia dengan Berat Bayi Lahir Rendah.
Hubungan Preeklampsia dengan Berat Bayi Lahir Rendah
COPY LINK DIBAWAH INI MUNGKIN SUATU WAKTU ANDA MEMERLUKAN KEMBALI ATAU ANDA PERLUKAN SEBAGAI DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi selama kehamilan (tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab hipertensi lainnya) yang dikombinasikan dengan edema menyeluruh atau proteinuria atau keduanya. Insiden preeklampsia adalah 7 – 10 % dari kehamilan dan merupakan penyebab kematian ibu nomor dua di Indonesia. Preeklampsia menyebabkan terganggunya aliran darah ke uteroplasenta dan dapat menyebabkan terjadinya berat bayi lahir rendah yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian pada bayi. Faktor-faktor penyebab kematian bayi adalah asfiksia neonatorum (49 – 60 %), infeksi (24 – 34 %), berat bayi lahir rendah (15 – 20 %), trauma persalinan (2 – 7 %), cacat bawaan (1 – 3 %). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP pada Tahun
Penelitian ini menggunakan metode analisis retrospektif dengan melihat data yang ada di rekam medis dan menggunakan Uji Crosstabs Chi Square sebagai uji statistik dalam pengolahan data. Sebagai subjek penelitian adalah ibu-ibu yang telah melahirkan di RSUP pada Tahun sebanyak 98 orang.
Dari penelitian ini didapatkan ibu yang melahirkan dengan preeklampsia sebanyak 26 orang (26,5 %) dan tidak preeklampsia sebanyak 72 orang (76,5 %). Berdasarkan hasil uji analisis statistik menggunakan uji chi square didapat nilai p value <0,001. Nilai p value yang didapat lebih kecil dibadingkan dengan nilai α (0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP Tahun .Oleh karena itu, sebaiknya baik ibu hamil, instansi/pelayanan kesehatan serta pemerintah sangat memperhatikan kesehatan pada ibu hamil terutama dengan preeklampsia agar dapat menurunkan komplikasi preeklampsia.
Kata kunci : preeklampsia, berat bayi lahir rendah, hipertensi kehamilan, penyakit kehamilan

Preeclampsia is defined as a hypertension during pregnancy (without another factor of hypertension) which is combined with oedem or proteinuria or both of them. The incident of preeclampsia is about 7 – 10 % of pregnancies. It is the second mother death’s causes in Indonesia. Preeclampsia makes the disturbances of the blood flow to the uteroplacenta and can cause the low birth weight which is one of the cause for neonatal’s death. The cause factors that can make neonatal’s death is neonatorum asphyxia (49 – 60 %), infection (24 – 34 %), low birth weight (15 – 20 %), delivery trauma (2 – 7 %) and congenital (1 – 3 %). The study was conducted to investigate the relation between preeclampsia and low birth weight in RSUP year
The study used an analytic retrospective method by seeing the medical record and used the Chi Square Cross Tabs Test as the statistic test to analyze data. The subjects were 98 pregnant women who had born their babies in RSUP year
The results of this study showed 26 pregnant women (26,5 %) with preeclampsia and 72 pregnant women (76,5 %) without preeclampsia. The result of analyzed statistic test using chi square test was p value is <0,001. The p value of the analyzed data is fewer than α (0,05) which means the null hypothesis was rejected.
From the study, we can conclude that there is relationship between preeclampsia and low birth weight in RSUP year .Because of that, it is better for pregnant woman, health provider, and government to give more attention for the pregnant woman’s health especially with preeclampsia which can decrease the complication of preeclampsia.
Keywords : preeclampsia, low birth weight, pregnancy hypertension, pregnancy disease

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman. Di Indonesia, angka kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup adalah 390 pada tahun 1992 dan 307 pada tahun 2002 (WHO, 2009). Menurut data-data rumah sakit pendidikan di sebagian wilayah Indonesia, angka kematian maternal berkisar antara 51,6 sampai 206,3 per 10.000 persalinan. Angka kematian maternal di RS Pirngadi per 10.000 persalinan adalah 140,2 (1965-1969), 102 (1970-1974) dan 92,3 (1975-1979) (Mochtar, 1998).
Sepsis, perdarahan dan preeklampsia-eklampsia masih menjadi tiga penyebab utama kematian ibu hamil dan morbiditas obstetri (Benson, 1982). Menurut WHO (2004) secara keseluruhan, preeklampsia dan eklampsia sangat bertanggung jawab terhadap kurang lebih 14 % kematian maternal per tahun yaitu sekitar 50.000-75.000 kematian. Preeklampsia merupakan penyakit yang bisa mengakibatkan 17,6 % kematian maternal di Amerika Serikat (Lim, 2009). Tahun 2005 Angka Kematian Maternal (AKM) di Rumah Sakit seluruh Indonesia akibat preeklampsia dan eklampsia sebesar 4,91 % (8.397 dari 170.725) (Desi Risthiana Wati, 2009).
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi selama kehamilan (tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab hipertensi lainnya) yang dikombinasikan dengan edema menyeluruh (termasuk wajah, leher dan ekstrimitas atas) atau proteinuria atau keduanya (Benson, 1982). Preeklampsia terjadi sekitar 8 % dari seluruh populasi, insiden bervariasi sesuai dengan lokasi geografis (Pernol, 1987). Di negara berkembang, insiden preeklampsia dilaporkan hingga 4 – 18 % (Lim, 2009). Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr Pirngadi, pada tanggal 1 Maret 2001-3 1 Januari 2002 didapatkan lebih dari 100 kasus preeklampsia berat menurut Dina (2003) dalam Wati (2009). Menurut Sudhaberata (2000) dalam Istichomah (2004) preeklampsia juga dapat menyebabkan resiko persalinan prematur 2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak dan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan berat bayi lahir rendah.
Preeklampsia bisa menyebabkan kelahiran awal dan komplikasi fetus termasuk bayi prematur. Preeklampsia sangat bertanggung jawab terhadap 15 % kelahiran prematur di Amerika Serikat (Penoll, 1982). Melalui penelitian oleh Meis, dkk pada tahun 1995 – 1998 dalam menganalisis kelahiran sebelum usia gestasi 37 minggu yang dilakukan di NICHD maternal-fetal medicine Units Network, kelahiran prematur yang diindikasikan 43%-nya disebabkan oleh preeklampsia (Cunningham, 2005). WHO pada tahun 1961 mengganti istilah bayi prematur dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur (Mochtar, 1998). Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir selamat dengan berat 2500 gram atau lebih kecil pada saat lahir (Pernoll, 1982). Frekuensi berat bayi lahir rendah di negara maju berkisar antara 3,6 - 10,8 % dan di negara berkembang berkisar antara 10 – 43 %. Rasio antara negara maju dan negara berkembang adalah 1: 4 (Mochtar, 1998).
Berat bayi lahir rendah dan kelahiran prematur merupakan kontributor utama dalam kematian bayi. Berat bayi lahir rendah dan kelahiran prematur semakin meningkat selama dua dekade kecuali perawatan neonatal yang sangat baik, kelahiran ini akan berlanjut menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi (Fried, 2008).
Berdasarkan data statistik yang telah diuraikan sebelumnya, banyak sekali pengaruh preeklampsia terhadap kehidupan ibu dan bayi. Salah satu komplikasi pada preeklampsia adalah berat bayi lahir rendah pada bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti hubungan antara preeklampsia dengan berat bayi lahir rendah di RSUP pada tahun

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah terdapat hubungan antara ibu hamil yang menderita preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP ?
Adapun hipotesis nol pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara preeklampsia dengan terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kasus preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP .1.3.2. Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui angka kejadian kasus preeklampsia pada ibu hamil di RSUP
2.    Untuk mengetahui angka kejadian kasus berat bayi lahir rendah di RSUP

1.4. Manfaat Penelitian
1.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk keperluan manajemen kesehatan masyarakat, misalnya pentingnya diadakan penyuluhan bahwa antenatal care perlu dilakukan secara teratur, sehingga dapat mendeteksi sedini mungkin kejadian preeklampsia yang akhirnya bisa menurunkan kemungkinan terjadinya berat bayi lahir rendah dan komplikasi yang lain.
2.    Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk bagian pediatri RSUP agar bisa mempertahankan dan meningkatkan kualitas kemampuan dan keterampilan petugas kesehatan serta sarana dan prasarana rumah sakit untuk menangani bayi dengan berat bayi lahir rendah yang dilahirkan oleh pasien preeklampsia atau pasien lainnya.
3.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang dapat digunakan dalam menangani pasien preeklampsia.
4.    Hasil penelitian ini semoga bisa menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Peran Kader Posyandu dengan Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas

anda sekarang dengan membuka skripsi kti dengan judul Hubungan Peran Kader Posyandu dengan Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas, yang merupakan contoh judul kti d3 kebidanan. karya tulis kebidanan 2010 2011 2012 untuk kti d iii kebidanan dalam bentuk kti d3 kebidanan doc. kti d3 kebidanan 2010 2011 2012 merupakan kti d3 kebidanan document yang bisa download kti d3 kebidanan dengan judul Hubungan Peran Kader Posyandu dengan Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas.
Hubungan Peran Kader Posyandu dengan Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas
COPY LINK DIBAWAH INI MUNGKIN SUATU WAKTU ANDA MEMERLUKAN KEMBALI ATAU ANDA PERLUKAN SEBAGAI DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK
Campak merupakan penyakit menular dan menjadi salah satu penyebab kematian anak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Kabupaten merupakan salah satu daerah dengan cakupan imunisasi di atas target nasional (>80%) dan angka drop out di bawah angka nasional (<10%), tetapi frekuensi Kejadian Luar Biasa khususnya kasus PD3I termasuk Campak masih sering terjadi meskipun hanya sekitar 1-2/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak. Pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi sebanyak 291.725 balita dengan jumlah sasaran sebanyak 27.198 bayi (9,33%). Ini berarti masih rendahnya cakupan imunisasi di Kabupaten dari target yang diharapkan sebesar 90%.  Untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan (preventif) petugas kesehatan sangat diperlukan dalam pelaksanaannya. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan peran kader posyandu dengan cakupan imunisasi campak di puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan cross sectional, populasi semua kader Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabupaten berjumlah 315 orang dan sampel 176 orang kader.  Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan 25 pertanyaan.  Penelitian dilaksanakan pada Januari-Februari 2009. Hasil penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun, dimana p value= 0,000 yang berarti (p<=0,05: OR= 45,379), dengan kesimpulan masih terdapat daerah kantong yaitu desa/kampung yang berada jauh ke dalam, sulit dijangkau dengan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakatnya masih rendah. Disarankan institusi terkait mengambil langkah-langkah diantaranya menempatkan tenaga kesehatan di Kampung tersebut dan mengadakan pelatihan kader penyuluhan masyarakat tentang imunisasi khususnya campak secara rutin dan terus meningkatkan peran serta masyarakat.  Untuk peneliti selanjutnya agar meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan peran kader Posyandu.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi atau anak yang disebut antigen. Di dalam tubuh antigen akan bereaksi dengan antibodi, sehingga akan terjadi kekebalan. Juga pada vaksin yang dapat langsung menjadi racun terhadap kuman yang disebut antitoksin (Depkes RI, 1993).
Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5 juta meninggal (25%) akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat jelas bahwa imunisasi sangat penting untuk mengurangi seluruh kematian anak. Dalam era globalisasi dan komunikasi tanpa batas, yang berdampak pada peningkatan kerentanan dalam penyebaran penyakit, membuat peran imunisasi semakin vital (Depkes RI, 2007).
Penyakit campak atau juga disebut morbili adalah penyakit morbili pada waktu yang lampau dianggap penyakit anak biasa saja bahkan dikatakan lebih baik anak mendapatkannya ketika masih anak-anak daripada sudah dewasa.  Tetapi sekarang termasuk penyakit yang harus dicegah karena tidak jarang menimbulkan kematian yang disebabkan komplikasinya (Ngastiyah, 1997).
Campak merupakan penyakit menular dan menjadi salah satu penyebab kematian anak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan virus campak yang dapat dicegah dengan imunisasi. Meskipun sedikit jumlah kematian akibat kasus ini yaitu 1:1000 kasus dan sebagian dari kasus tersebut terjadi pada saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun atau setidaknya 15-20% sering terjadi saat anak berusia 36 bulan.  Tanpa imunisasi, penyakit ini akan menyerang hampir setiap anak dan dapat mengakibatkan kematian karena komplikasi, seperti radang paru (pneumonia), diare, radang telinga, dan radang otak, terutama pada anak bergizi buruk.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup.  Bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat morbili.  Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita morbili setelah dilahirkan.  Bila seorang wanita hamil menderita morbili ketika umur kehamilan 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami keguguran; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka kemungkinan bayi yang lahir menderita cacat/kelainan bawaan atau seorang bayi dengan berat lahir rendah mati, atau bayi kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
Untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan (preventif) petugas kesehatan sangat diperlukan dalam pelaksanaannya, namun cakupan yang diharapkan tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya dukungan dari masyarakat, kelompok masyarakat yang ditunjuk sebagai media penyampai langsung dalam pemberian imunisasi adalah kader atau orang yang ditunjuk untuk membantu pelaksanaan pemberian imunisasi pada bayi dan balita (Azwar, 1998).  Selain itu kader memiliki peranan yang sangat penting dalam mengupayakan cakupan pemberian imunisasi, dimana salah satunya adalah memberitahukan kapan waktu pelaksanaan imunisasi pada orang tua balita.
Seperti diketahui bahwa di dalam kegiatan posyandu kader sangat berperan terutama saat pelaksanaan posyandu yakni dari mulai pendaftaran bayi/balita di meja 1, penimbangan bayi di meja 2, pengisian KMS di meja 3 dan memberikan penyuluhan pada ibu balita hingga pelayanan imunisasi pada bayi balita di meja 5 (Depkes RI, 2005).
Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi dengan cakupan imunisasi di atas target nasional (>80%) dan angka drop out di bawah angka nasional (<10%), tetapi frekuensi Kejadian Luar Biasa khususnya kasus PD3I termasuk Campak masih sering terjadi meskipun hanya sekitar 1-2/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak. Cakupan imunisasi yang tinggi dan merata sampai di tingkat desa serta sistem surveilans yang baik diharapkan dapat menekan angka kejadian luar biasa kasus-kasus PD3I termasuk kasus Campak. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan surveilans Campak harus dilakukan untuk mempercepat tercapainya reduksi campak di Indonesia mengingat hal tersebut telah menjadi salah satu kesepakatan global (Dinkes Provinsi Lampung, 2007).
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten (2006) diketahui pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi sebanyak 291.725 balita dengan jumlah sasaran sebanyak 27.198 bayi (9,33%). Ini berarti masih rendahnya cakupan imunisasi di Kabupaten dari target yang diharapkan sebesar 90% (Dinkes Kab. Lampung Tengah, 2007).
Dari data yang ada di Puskesmas Kecamatan Kabupaten tahun 2007 diketahui bahwa cakupan imunisasi campak baru mencapai 73,5% yang berarti belum memenuhi target yang diharapkan yaitu 80%.  Hasil pre survey yang peneliti lakukan pada bulan Oktober 2008 di Wilayah Puskesmas Kecamatan diketahui bahwa belum tercapainya cakupan imunisasi campak dikarenakan masih rendahnya kesadaran dari masyarakat dan kerjasama antara petugas kesehatan dengan kader kesehatan yang ada. Hasil pre survey juga menemukan bahwa 3 dari 5 orang kader (60%) belum melaksanakan pekerjaannya secara maksimal seperti memberitahukan kapan waktu pemberian imunisasi campak pada bayi dan balita, meskipun petugas kesehatan yang ada sudah memberikan informasi tersebut.  Sementara 2 orang lainnya (40%) sudah melaksanakan namun masih mengalami hambatan seperti medan yang ditempuh dan orang tua balita yang sedang bekerja.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun”.

1.2    Identifikasi Masalah
1.2.1    Di Indonesia penyakit campak merupakan penyebab kematian nomor 5 sepanjang tahun 1992-1995 dengan proporsi masing-masing 3,3% dan 4,1% atau 1:1000 kasus dan sebagian dari kasus tersebut terjadi pada saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun atau setidaknya 15-20% sering terjadi saat anak berusia 36 bulan.
1.2.2    Di Provinsi Jawa Tengah campak masih sering terjadi meskipun hanya sekitar 1-2/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak.
1.2.3    Pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi di Kabupaten masih rendah yaitu 291.725 balita dari target 27.198 bayi (9,33%).
1.2.4    Diketahui bahwa 3 dari 5 orang kader (60%) belum melaksanakan pekerjaannya secara maksimal seperti memberitahukan kapan waktu pemberian imunisasi campak pada bayi dan balita, dengan alasan jarak dan waktu yang ditempuh. Sementara 2 orang lainnya (40%) sudah melaksanakan namun masih mengalami hambatan seperti orang tua balita yang di berada di tempat.


1.3    Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah ada hubungan antara peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun?

1.4    Tujuan Penelitian
1.4.1    Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun
1.4.2    Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui peran kader dalam upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun.
2.    Untuk mengetahui cakupan imunisasi campak di Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun.
3.    Untuk mengetahui hubungan antara peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun.

1.5    Manfaat Penelitian
1.    Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2    Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan sumbangan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya dalam konteks keperawatan komunitas.
3    Bagi Objek Penelitian
Menambah bahan informasi tentang peran kader hubungannya dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak.
4    Bagi Peneliti                                                   
Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis dalam menambah wawasan, menerapkan dan mengembangkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah ke dalam situasi yang nyata yaitu masyarakat.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap terhadap Profesi Bidan

anda sekarang dengan membuka skripsi kti dengan judul Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap terhadap Profesi Bidan, yang merupakan contoh judul kti d3 kebidanan. karya tulis kebidanan 2010 2011 2012 untuk kti d iii kebidanan dalam bentuk kti d3 kebidanan doc. kti d3 kebidanan 2010 2011 2012 merupakan kti d3 kebidanan document yang bisa download kti d3 kebidanan dengan judul Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap terhadap Profesi Bidan.
Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap terhadap Profesi Bidan
COPY LINK DIBAWAH INI MUNGKIN SUATU WAKTU ANDA MEMERLUKAN KEMBALI ATAU ANDA PERLUKAN SEBAGAI DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan merupakan sektor paling penting dalam pembangunan nasional dan dijadikan sebagai andalan untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup Indonesia. Dengan kata lain, pendidikan merupakan wahana penting untuk membangun potensi manusia. Pada akhirnya akan membantu manusia meningkatkan sumber daya pembangunan (1).
Untuk mencapai hal tersebut, penyelenggaraan pendidikan terutama untuk tenaga kesehatan profesional harus memiliki beberapa variabel penting yaitu diantaranya input (tenaga kependidikan, mahasiswi, sarana prasarana), proses (kurikulum dan penatalaksaan program) dan out put (lulusan yang berkualitas) sesuai dengan tuntutan pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat (2).
Sesuai dengan salah satu variabel di atas, jelas mahasiswi dituntut untuk menjadi lulusan berkualitas. Untuk menjadi lulusan berkualitas, dalam proses pendidikan salah satunya dapat dilihat dengan penguasaannya terhadap materi yang diajarkan. Penguasaan kemudian ditunjukan dengan prestasi belajarnya. Prestasi belajar sendiri merupakan wujud hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas yang telah dilakukan selama berada dalam aktivitas pembelajaran. Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita (3).
Prestasi belajar dilihat pada saat dilakukan pengujian pada mata kuliah yang berhubungan. Untuk melihat penguasaan mahasiswa, maka dalam pendidikan kebidanan terdapat mata kuliah yang mengacu pada kurikulum DIII Kebidanan (berdasarkan SK Menteri Kesehatan No. HK.00.06.2.4.1583 Tahun 2002). Dalam kurikulum tersebut, terdapat Mata kuliah inti kebidanan yang seharusnya dikuasai oleh mahasiswi sebagai calon bidan. Mata kuliah tersebut adalah Askeb I, Askeb II, Askeb III, Askeb IV, Askeb V, Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita, Kesehatan Reproduksi, Pelayanan KB, Dokumentasi Kebidanan, PKK (Praktik Klinik Kebidanan), Konsep Kebidanan, Etika Profesi, Komunikasi dan Konseling, Mutu Layanan Kebidanan, Metoda Penelitian, dan KTI (Karya Tulis Ilmiah). Mata kuliah tersebut kemudian dijabarkan dalam kompetensi berdasarkan peran dan fungsinya sebagai bidan (2).
Di sisi lain, Jika pengetahuan tersebut baik, apakah sikap mahasiswi terhadap profesinya baik? Dalam realitasnya, mahasiswi kebidanan harus memiliki sikap yang baik terhadap profesinya, karena dia akan menjadi seorang bidan. Apabila sikap terhadap profesinya baik, maka dia akan cenderung mencintai profesinya karena sikap umumnya sulit untuk dirubah (5).
Menurut survey yang dilakukan oleh IBI, tercatat hingga saat ini terdapat sekolah kebidanan berjenjang diploma 3 berjumlah 120. Di Kota sendiri, terdapat sekitar 6 sekolah kebidanan jenjang DIII (20), salah satunya yaitu STIKes.
Sekolah Tinggi Kesehatan merupakan Sekolah Tinggi Kesehatan yang memiliki jurusan kebidanan di dalamnya. Jurusan Kebidanan itu sendiri memiliki 2 penggolongan kelas besar yaitu kelas reguler dan kelas karyawan. Berbeda dengan kelas karyawan yang telah menjadi bidan sebelumnya, kelas reguler ini merupakan lulusan dari SMU. Tentu saja dengan kuliahnya mahasiswa kelas reguler tersebut ke jurusan kebidanan, mereka nantinya ingin menjadi orang yang sukses di masa yang akan datang. Selama mereka mengikuti proses perkuliahan, mereka bersaing agar memiliki prestasi belajar yang baik. Diharapkan, dengan nilai yang baik, akan lebih paham mengenai dunia kebidanan itu sendiri.
Hal ini sesuai dengan Visi DIII Kebidanan STIKes yaitu bahwa mereka ingin menghasilkan bidan yang kompeten, sesuai perkembangan IPTEK, berjiwa entrerpreneur, serta berdaya saing tinggi pada Tahun 2015. Untuk menjadi bidan yang kompeten sesuai dengan visi tersebut, maka lulusannya diharapkan memiliki kecintaan tinggi dengan profesinya dan hal itu ditunjukan dengan sikapnya kepada profesinya. Namun berdasarkan voting, sekitar 60% mahasiswi semester V bersekolah di STIKes berdasarkan kehendak orangtua.
Hal ini menimbulkan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian ini dengan judul “Hubungan Penguasaan Mata Kuliah Inti Kebidanan dengan Sikap Terhadap Profesi Bidan di STIKes”.

1.2. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan di STIKes .

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan terhadap profesi bidan di STIKes .

1.3.2. Tujuan Khusus
1) Untuk mendapatkan gambaran penguasaan mata kuliah inti kebidanan di STIKes .
2) Untuk mendapatkan gambaran sikap terhadap profesi bidan di STIKes .
3) Untuk mengetahui adakah hubungan antara penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan di STIKes .

1.4. Manfaat
1) Bagi Institusi
Merupakan sumbangan pemikiran penyusunan program pendidikan terutama dalam hubungan penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan.
2) Bagi Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan atau wawasan khususnya mengenai dunia pendidikan kebidanan.
3) Bagi Penulis
Dapat memberikan pengalaman, menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai hubungan penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Pengetahuan Orang Tua dg Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK

anda sekarang dengan membuka skripsi kti dengan judul Hubungan Pengetahuan Orang Tua dg Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK, yang merupakan contoh judul kti d3 kebidanan. karya tulis kebidanan 2010 2011 2012 untuk kti d iii kebidanan dalam bentuk kti d3 kebidanan doc. kti d3 kebidanan 2010 2011 2012 merupakan kti d3 kebidanan document yang bisa download kti d3 kebidanan dengan judul Hubungan Pengetahuan Orang Tua dg Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK.
Hubungan Pengetahuan Orang Tua dg Minat Orang Tua dalam Memberikan Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun di TK
COPY LINK DIBAWAH INI MUNGKIN SUATU WAKTU ANDA MEMERLUKAN KEMBALI ATAU ANDA PERLUKAN SEBAGAI DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK
Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan diluar individu anak.Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang dari pada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Peran seorang ibu/orang tua dalam pemberian stimulasi pada anaknya sangat besar, karena itu diperlukan pemahaman yang besar mengenai masalah ini adalah: umur,tingkat pendidikan, dan jumlah anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimilasi tumbuh kembang pada anak usia 4-5 tahun di Desa Kecamatan Kabupaten
Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi Cross Sectional. Sampel penelitaian adalah semua orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di T K Dharma Wanita Desa Kecamatan Kabupaten yang berjumlah 30 orang. Teknik sampling adalah sampling jenuh . Alat ukur yang digunakan adalah angket. Analisa data dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukan : (1) sebagian besar orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa Kecamatan Kabupaten mempunyai pengetahuan tinggi dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan yang lain mempunyai pengetahuan rendah; (2) sebagian besar orang tua yang mempunyai anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa Kecamatan Kabupaten berminat dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan yang lain tidak berrminat dalam memberikan stimulasi tumbuh kembang; (3) untuk hasil analisa data diketahuai bahwa ada hubungan antara pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikn stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
Peneliti memberikan saran pengetahuan orang tua masih harus selalu dipertahankan supaya tetap baik, agar mereka paham besar mengenai manfaatnya.
Kata Kunci : Pengetahuan, Minat, Stimulasi, Pertumbuhan dan Perkembangan

Stimulation is coming from nurture outside children individualities. The children who get more stimulation will grow faster than the children who get less or even no stimulation. The function of parents in giving stimulation to their children is very important. It needs understanding in :age, education rate and amount of children.
The aim of research is to analyze relationship between parents knowledge and their interest in giving growth stimulation on 4-5 years old children in Desa Tiyoresmi Kecamatan Kabupaten
The research use corelation Cross Sectional design. Sampel of research are 30 parents who have 4-5 years old children in Dharma Wanita Kindergarten Desa Kecamatan Kabupaten which use surfeited sampling technique, use questioner as measurer, and data analysis use Fisher exact test.
The result show : (1) Most of the parents of 4-5 years old children in dharma wanita kindergarten educated well in giving stimulation about growing and developmental.(2) Most of parents of 4-5 years old children in Dharma Wanita Kindergarten have big interest in giving stimulation about growing and developmental. (3) There is not a relationship between parents knowledge with their interest in giving stimulation about growing and developmental of 4-5 years old children in Dharma Wanita Kindergarten.
Researcher give advice to the parents to keep and improve their knowledge on giving stimulation about growing and developmental to their children.
Keywords : knowledge, interest, stimulation, growing and developmental

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia seperti kemungkinan besar di negara-negara yang sedang berkembang lainnya masih banyak ditemukan praktek pengasuhan anak yang kurang kaya stimulasi tumbuh kembang. Sedangkan stimulasi ini sangat penting untuk perkembangan mental psikososial anak tersebut (Trie Hariweni. 2000).
Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi,stimulasi dapat juga sebagai penguat (reinforcement) (Soetjiningsih. 1998 : 105). Kegiatan stimulasi juga merangsang kemampuan dan tumbuh kembang anak yang dilakukan oleh ibu dan keluarga untuk membantu tumbuh dan berkembang sesuai usianya (Harnawatiaj. 2008).
Untuk menjadikan anak cerdas, faktor stimulus menjadi sangat penting, baik yang berkaitan dengan fisik maupun mental/emosional anak. Orang tua dapat memberikan stimulasi sejak buah hatinya masih dalam kandungan, saat lahir, sampai dia tumbuh besar. Tentu saja dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang berbeda-beda pada setiap tahap perkembangannya. Namun hal ini masih sedikit dipahami masyarakat, baik orang tua, kader maupun pemerhati anak (Dedeh kurniasih. 2008). Pada anak usia 4-5 tahun, minta anak menceritakan apa yang sedang dilakukan, menyebut nama teman-temannya, biasakan untuk berdo’a sebelum dan sesudah tidur, biasakan mencuci tangan dan mengeringkan sendiri sebelum dan sesudah makan/bermain, biasakan setelah mandi memakai pakaian sendiri (Eddy Fadlyana. 2008).
Pemberian stimulasi yang teratur dan terus menerus akan menciptakan anak yang cerdas, bertumbuh kembang dengan optimal, mandiri serta memiliki emosi yang stabil dan mudah beradaptasi, melalui stimulasi anak dapat mencapai perkembangan optimal pada penglihatan, pendengaran, perkembangan bahasa, sosial, kognitif, gerak kasar, gerak halus, keseimbangan, koordinasi dan kemandirian (Caroline Mulawi. 2007).
Peran seorang ibu/orang tua dalam pemberian stimulasi pada anaknya sangat besar, karena itu diperlukan pemahaman yang besar mengenai masalah ini. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dalam masalah ini adalah: umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anak. Dari hasil penelitian di daerah kumuh di kelurahan Pulogadung Jakarta ditemukan bahwa pengetahuan orang tua tentang stimulasi bagi perkembangan anak masih sangat kurang, hanya sekitar 1,3% yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang stimulasi, 34,4 % pengetahuan sedang dan 6,4% berpengetahuan rendah tentang stimulasi (Trie Hariweni.2000)
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada waktu praktek kerja lapangan (PKL) didesa Kecamatan Kabupaten pada tanggal 24 Maret di Taman Kanak-kanak (TK) Dharma Wanita pada 28 ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun didapatkan data
sebagai berikut : 14,2 % ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang stimulasi, 17,8 % ibu mempunyai pengetahuan sedang dan 67,8 % ibu berpengetahuan rendah.
Dari uraian tersebut diatas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita desa kecamatan kabupaten

1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun di TK Dharma Wanita Desa Kecamatan Kabupaten ”?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.3.2.2 Mengidentifikasi minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembanga anak usia 4-5 tahun.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan pengetahuan orang tua dengan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhgan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai pengetahuan dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi masukkan guna meningkatkan pengetahuan orang tua tentang pemberian stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4-5 tahun
1.4.3 Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan sebagai bahan informasi, pertimbangan dan evaluasi bagi institusi guna meningkatkan pengetahuan orang tua dan minat orang tua dalam memberikan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan usia 4-5 tahun.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi dengan Ketetapan Waktu Pemberian Imunisasi DPT HB Kombinasi pada Bayi 2-11 Bulan di Posyandu

anda sekarang dengan membuka skripsi kti dengan judul Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi dengan Ketetapan Waktu Pemberian Imunisasi DPT HB Kombinasi pada Bayi 2-11 Bulan di Posyandu, yang merupakan contoh judul kti d3 kebidanan. karya tulis kebidanan 2010 2011 2012 untuk kti d iii kebidanan dalam bentuk kti d3 kebidanan doc. kti d3 kebidanan 2010 2011 2012 merupakan kti d3 kebidanan document yang bisa download kti d3 kebidanan dengan judul Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi dengan Ketetapan Waktu Pemberian Imunisasi DPT HB Kombinasi pada Bayi 2-11 Bulan di Posyandu.
Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi dengan Ketetapan Waktu Pemberian Imunisasi DPT HB Kombinasi pada Bayi 2-11 Bulan di Posyandu
COPY LINK DIBAWAH INI MUNGKIN SUATU WAKTU ANDA MEMERLUKAN KEMBALI ATAU ANDA PERLUKAN SEBAGAI DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK
Pengetahuan dasar dalam pemberian imunisasi dapat membantu seorang ibu untuk mengetahui apa yang harus dilakukan. Dengan pengetahuan yang dimiliki ibu tentang ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi pada bayi usia 2-11 bulan akan membuat vaksin bekerja secara Efektif dan perlindungan yang diberikan bisa mencapai maksimal dan pemberian imunisasinya bisa tepat waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dengan ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi pada bayi usia 2-11 bulan di posyandu desa Kecamatan Kabupaten
Penelitian ini Analitik yaitu suatu penelitian yang menyelidiki hubungan sebab akibat antara variabel independent dan variabel dependent. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi usia 2-11 bulan di Desa Kecamatan Kabupaten .Besar sampel sebanyak 36 ibu bayi. Tehnik sampel yang digunakan adalah Teknik Sampling Consucutive. Variabel yang diteliti yaitu pengetahuan ibu sebagai variabel independent dan ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi pada bayi usia 2-11 bulan sebagai variable dependen. Data dikumpulkan dari ibu bayi digunakan instrument kuesioner. Kemudian dianalisa dengan Uji statistic chi Square (x2) dengan menentukan tingkat signifikan yang sesuai 0,01 atau 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa setengah dari ibu bayi 18 (50%) tepat dalam pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi dan setengah dari ibu bayi 18 (50%) tidak tepat dalam pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi. Hasil uji square didapatkan nilai x2 hitung 0,24 sedangkan nilai x2 tabel 2 dengan nilai x2 hitung < x2 tabel hitung, maka H0 : diterima artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan dan ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi pada bayi usia 2-11 bulan di Posyandu Desa Kecamatan Kabupaten
Pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT HB Kombinasi sangat berbeda-beda dan sangat dipengaruhi oleh banyak factor. Dengan pengetahuan ibu yang dimiliki diharapkan berpengaruh baik terhadap ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi pada bayi usia 2-11 bulan.
Kata kunci : Pengetahuan ibu, ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Berbagai penyakit infeksi pada anak antara lain poliomelitis, campak, diptheri, pertusis atau tetanus dan Tubercolusis atau TBC dapat dicegah dengan pemberian imunisasi pada bayi. Pemberian imunisasi pada anak sangat penting untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas terdapat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Depkes RI, 1987).
Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI telah merencanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dengan 7 imunisasi wajib bagi anak salah satunya imunisasi DPT dan HB Kombinasi (Hepatitis B) yang tujuannya adalah memberikan perlindungan secara aktif terhadap penyakit Diptheria, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B (Depkes RI, 1999). Imunisasi DPT HB kombinasi ini diberikan 3 kali sejak bayi berusia 2 bulan dengan selang waktu antara penyuntikan I, II, III minimal 4 minggu. Dengan selang waktu tersebut vaksin HB dapat bekerja secara efektif dan perlindungan yang diberikan bisa mencapai maksimal, sehingga dapat mengurangi terjadi diphtheria, pertusis, tetanus dan Hepatitis B (IKA FKUI, 1985). Reaksi imunisai ini adalah biasanya terjadi demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan. Berkat kemajuan teknologi pembuatan vaksin, telah dimungkinkan vaksin DPT dan Hepatitis B dikombinasikan dalam satu preparat tunggal (DPT / HB Kombinasi) berdasarkan hasil penelitian dengan berbagai dosis dan berdasarkan rekomendasi dari para ahli dipilih kombinasi DPT dengan dosis HB 5mg (DPT/HB Kombinasi ) dengan danya DPT / HB kombinasi tersebut pemberian imunisasi menjadi lebih sederhana dan menghasilkan tingkat cakupan yang setara antara HB atau DPT (Depkes Im 36, 2005).
Penyebab tidak ketepatan pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi adalah reaksi dari imunisasi yaitu demam yang menyebabkan ibu bayi takut mengimunisasikan bayinya.
Berdasarkan data yang diperoleh di Kabupaten pada bulan Agustus pencapaian di DPT HB I dan III adalah 80% dan di Kecamatan pencapaian DPT I HB kombinasi dan III 78%. Dari hasil studi penelitian yang dilakukan di posyandu Desa Kecamatan dengan menggunakan kuesioner pada tanggal 1 sampai 31 Desember, didapatkan ketepatan pemberian imunisasi DPT HB kombinasi I, II, III terdapat 22 bayi (61,1%) dan tidak tepat pemberiannya terdapat 14 bayi (38,8%).
Imunisasi DPT HB Kombinasi akan mengakibatkan sedikit demam sebagai pertanda vaksin telah merangsang tubuh untuk membuat zat penolak terhadap penyakit Defteri, Pertusis, Tetanus, dan Hepatitis. Demam tersebut akan segera sembuh dan menghilang. Salah satu efek samping dari imunisasi DPT HB kombinasi adalah demam atau panas. Inilah yang menyebabkan ibu-ibu menjadi takut mengimunisasikan bayinya sehingga sudah waktunya di imunisasi menjadi ditunda karena khawatir bayinya akan menjadi demam.
Sebab-sebab ketidaktepatan pemberian imunisasi DPT HB kombinasi pada bayi yang ditemukan pada saat penelitian di Posyandu Desa Kecamatan Kabupaten disebabkan karena adanya efek samping reaksi vaksin yang timbul yaitu demam, maka ibu takut membawa bayinya ke Posyandu untuk kunjungan ulang imunisasi DPT HB kombinasi karena khawatir anaknya akan demam lagi (Dep.Kes.RI, 2006)
Pengetahuan tentang pemberian imunisasi DPT HB I, II, III secara tepat pada waktunya memegang peranan yang penting untuk mencapai tujuan imunisasi dengan baik dalam hal ini untuk meningkatkan pengetahuan tentang pemberian imunisasi DPT HB Kombinasi I, II, III secara tepat diperlukan kerja sama antara petugas kesehatan. Bidan bersama kader serta tokoh masyarakat diberikan pendidikan kesehatan secara berkesinambungan sehingga nantinya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi. Selain itu juga memberikan pelayanan imunisasi secara terpadu dengan program lain dalam kegiatan posyandu. Memberikan penyuluhan sangat penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Melakukan pemantauan secara terus-menerus dan teratur juga perlu dilakukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas peneliti bermaksud untuk mengetahui hubungan pengetahuan itu dengan ketepatan waktu pemberian imunisasi HB Kombinasi I, II, III di posyandu Desa Kecamatan Kabupaten .

1.2    Rumusan Masalah
Hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan ketetapan waktu pemberian imunisasi DPT HB kombinasi pada bayi 2-11 bulan di posyandu Desa Kecamatan Kabupaten

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB kombinasi di posyandu Desa Kecamatan
1.3.2    Tujuan Khusus
1.3.2.1    Mengidentifikasi pengetahuan ibu di posyandu Desa Kecamatan
1.3.2.2    Mengidentifikasi ketepatan waktu pemberian imunisasi HB kombinasi di posyandu Desa Kecamatan
1.3.2.3    Menganalisa hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan ketepatan waktu pemberian imunisasi DPT HB kombinasi Desa Kecamatan

1.4    Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.4.1    Bagi Ibu
Memberi tambahan pengetahuan tentang pentingnya ketepatan waktu pemberian imunisasi.
1.4.2    Bagi Peneliti
Dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya.
1.4.3    Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan informasi dan kelengkapan literatur khususnya yang berhubungan dengan ketapatan waktu pemberian imunisasi.
1.4.4    Bagi Polindes atau Puskesmas
Dapat digunakan sebagai acuan atau sumber informasi pada saat memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan tentang pentingnya imunisasi.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul